Senin, 30 Agustus 2021

Kelas Interaktif dengan PDF Hiperlink



https://drive.google.com/file/d/1bdaGFhWvgMFLjLs3Toq9VNM7EiKC8Awf/view?usp=drivesdk 

Dengan LKPD berbasis PDF hiperlink siswa dapat mengakses semua proses pembelajaran dalam satu layar, tinggal klik sesuai langkah pembelajaran. 

Berikut tutorial prmbuatannya :


Langkah-langkahnya :

1. Buat ppt dengan google slide
2. Insert ikon-ikon sesuai keinginan kita
3. Buat link dari ikon-ikon tersebut ke youtube atau file di drive (syarat file sudah dishare untuk semua yang mempunyai link) 
5. Selanjutnya download file ppt dalam bentuk pdf. 
6. PDF hiperlink sudah selesai dan dapat dibagikan ke siswa. 

Selamat mencoba, semoga bermanfaat. 


Siti Jamilah
Bontang, 19 September 2021


Terima Kasih Guruku

 Terima Kasih Guruku


Bulir-bulir air mata jatuh menetes membasahi pipiku. Mengingat kalau itu hanya dua orang murid belajar di sebuah madrasah yang sederhana, seorang guru tampak berdiri dengan semangat membara menjelaskan ayat-ayat Allah. Ya, hanya dua orang murid yang hadir saat itu, maklum hujan deras merata di kota Kandangan, kota kelahiranku. 


Madrasah Diniyah Darul Ulum Kandangan. Tempat paling berkesan yang selalu kuingat sampai saat ini. Sekolah kami dilaksanakan sore hari, sepulang dari Sekolah Dasar Negeri. Awal masuk kami berjumlah 40 orang, memasuki tahun kedua menjadi sekitar 20 orang dan di tahun ketiga bersisa 6 orang sampai lulus. 


Di tahun ketiga ini tantang berat bagi kami untuk tetap bertahan. Masa awal di tahun pertama yang penuh keceriaan karena kami masih berjumlah 40 orang, namun satu persatu berguguran dengan berbagai alasan. 


Tahun kedua sudah berkurang setengahnya. Dan tahun ketiga 6 orang laskar yang masih kuat bertahan sampai lulus. Guru-guru yang mengajar tulus ikhlas tidak pernah mundur walau muridnya berguguran, mereka tetap tegar, tetap semangat dan selalu mengajar dengan gembira dan tepat waktu. 


Guru-guru yang paling berkesan sepanjang hidupku. Kami sekolah di madrasah ini gratis seratus persen, boleh infaq seikhlasnya untuk membeli kapur tulis. Kesabaran, keikhlasan, keteladanan selalu menyemangati kami untuk menuntaskan pendidikan kami selama tiga tahun di sekolah ini. 


MasyaAllah sangat jarang di masa kini kita temukan guru-guru yang tulus ikhlas mengajar tanpa gaji dan tetap semangat mengajar walau hanya satu dua orang muridnya yang hadir. 


Masih teringat pesan singkat Bapak Guru yang mengajar Aqidah Akhlak, "Anak-anakku yang Bapak sayangi, bersyukur dan bahagia sekali Bapak bersama kalian, Anak-anak istimewa yang dipilihkan Allah di kelas ini, tetap semangat belajar agama diantara teman-teman sebayanya yang asyik bermain, beruntunglah kalian anak-anakku, tetaplah semangat menjadi penolong agama Allah, di tangan kalian Islam diwariskan. "


Bapak Guru Syariah Ibadah, tetap semangat menulis di papan tulis, tulisan ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits-hadits Rasulullah SAW, selalu dituliskan dengan sangat cantik penuh ukiran dan penjelasan yang selalu menyentuh qalbu. Walaupun murid yang hadir hanya dua orang, Bapak selalu mengajar sama seperti empat puluh orang, tidak berkurang semangatmu untuk mengajari kami agar dapat memahami Al-Qur'an dan Hadits dengan sempurna. 


Bapak Guru Tarikh Islam yang selalu semangat bercerita tentang sejarah Nabi dan orang-orang sholeh, menguatkan kami untuk selalu meneladani mereka. 


Bapak Guru bahasa Arab yang selalu semangat melantunkan kosakata baru yang memperkaya khasanah bahasa Arab kami. 


Bapak Guru Qur'an Hadits dengan tekun selalu membimbing kami membaca dan memahami Al-Qur'an dan Hadits, dengan senyum beliau selalu menyemangati kami untuk mencintai dan mengamalkan ayat-ayat Allah SWT dan Hadits-hadits Rasulullah SAW. 


Terima kasih guru-guruku, hanya do'a yang dapat kupanjatkan kepada Allah SWT, semoga Allah SWT selalu memberikan mereka kesehatan, keselamatan, kebahagiaan di dunia dan akhirat, menjadikan semua kebaikan mereka amal jariyah yang terbaik dan semoga kelak Allah SWT menyematkan mahkota terindah untuk mereka. 


Nasehat dan ilmu yang mereka ajarkan selalu membimbingku untuk selalu istiqomah di jalan Allah SWT dan membakar semangatku untuk selalu menebarkan kebaikan sebagaimana mereka teladankan. 


Saat ini aku pun menjadi guru, meneruskan perjuangan para guruku, semoga estafet perjuangan mencerdaskan anak bangsa ini terus berlanjut dan menjadi pahala jariyah yang juga terus mengalir. 

Minggu, 22 Agustus 2021

Jendral Adolfo Roberto

 



Suatu sore, thn 1525 


Di sebuah Penjara di Spanyol, suasana di situ terasa hening mencengkam. 


*Jendral Adolfo Roberto,* pemimpin penjara yg terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan.


Setiap sipir penjara membungkukkan badannya serendah mungkin ketika 'Algojo Penjara' itu berlalu di hadapan mereka.


Karena kalau tidak, sepatu 'Jungle' milik tuan Roberto itu akan mendarat di wajah mereka.


Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar suara seseorang membaca Ayat2 Suci Alqur'an yang amat ia benci. 


"Hai ... hentikan suara jelekmu ! 


Hentikan ...!!!" 


Teriak Roberto sekeras-kerasnya sembari membelalakkan mata.


Namun apa yang terjadi ?


Lelaki di kamar tahanan tadi tetap saja membaca & bersenandung dengan khusyu'nya


Roberto bertambah berang.


Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yg sempit.


Dgn congak ia meludahi wajah renta sang tahanan yg keriput hanya tinggal tulang.


Tak puas sampai di situ, ia lalu menyulut wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dgn rokoknya yg menyala.


Sungguh ajaib ...! 


tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. 


Bibir yg pucat kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata kepatuhan kepada sang Algojo. 


Bibir keringnya hanya berkata lirih, _


"Robbi, wa-ana 'abduka ..."


Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata:


"Bersabarlah wahai ustadz ... 


Insya Allah tempatmu di Syurga."


Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustadz oleh sesama tahanan, 


'algojo penjara' itu bertambah memuncak amarahnya.


Ia perintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-keras hingga terjerembab di lantai. 


"Hai orang tua busuk...!!


Bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa jelekmu itu ?!


Aku tidak suka apapun yang berhubungan dengan agamamu....!!!"


Sang Ustadz lalu berucap:


 "Sungguh ... aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, Allah SWT.


Karena kini aku berada di puncak kebahagiaan, karena akan segera menemui-Nya.


Maka patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk ?


Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku termasuk orang2 yg zhalim".


Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu laras Roberto sudah mendarat di wajahnya.


Laki-laki itu terhuyung-huyung.

Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah bersimbah darah.


Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'Buku Kecil'. 


Adolfo Roberto bermaksud memungutnya. 


Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat.


"Berikan buku itu, 


hai laki-laki dungu !", bentak Roberto.


"Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini !", 


 ucap sang ustadz dgn tatapan menghina pada Roberto.


Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. 


Sepatu laras berbobot dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustadz yang telah lemah. 


Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati.


Namun tidak demikian bagi Roberto. 


Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. 


Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur.


Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya penasaran. 


Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh


Mendadak algojo itu termenung dan berkata dalam hatinya :


"Ah ... sepertinya aku pernah mengenal buku ini.


Tapi kapan ??


Ya, aku pernah mengenal buku ini. " suara hati Roberto bertanya-tanya.


Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu.


Jenderal berumur 30 tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu. 


Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. 


Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Spanyol.


Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustadz yang sedang sakarat melepas nafas-nafas terakhirnya. 


Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam.


Mata Roberto rapat terpejam.


Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang di alaminya sewaktu masih kanak-kanak dulu.


Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto.


Pemuda itu teringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan besar di negeri tempat kelahirannya ini. 


Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia). 


Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa.


Beribu-ribu jiwa kaum muslimin yg tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia. 


Di ujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi. 


Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara.


Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh para rahib.


Seorang bocah laki-laki mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. 


Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua.


Bocah mungil itu mencucurkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan. 


Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang Ummi (ibu) yang sudah tak bernyawa, sembari menggayuti abaya hitamnya.


Sang bocah berkata dengan suara parau:


"Ummi.. 


ummi.. 


mari kita pulang. 


Hari sudah malam.


Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa ....?


Ummi, cepat pulang ke rumah ummi ..."


Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. 


Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. 


Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah.


Akhirnya bocah itu berteriak memanggil bapaknya, _


"Abi ... 


Abi ... 


Abi ..."


Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.


"Hai ... siapa kamu?!"


_ teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati sang bocah.


"Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi ...


" jawab sang bocah memohon belas kasih. 


"Hah ... siapa namamu bocah ??


Coba ulangi !!!"


bentak salah seorang dari mereka


"Saya Ahmad Izzah ..."


_ sang bocah kembali menjawab dengan rasa takut. 


Tiba-tiba "plak! sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah. 


"Hai bocah ...! Wajahmu bagus tapi namamu jelek.

Aku benci namamu.


Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus.


Namamu sekarang 'Adolfo Roberto' ...


Awas !

Jangan kau sebut lagi namamu yang jelek itu. 


Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!"


" ancam laki-laki itu.


Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata.


Anak laki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar dari lapangan Inkuisisi. 


Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka.


Roberto sadar dari renungannya yang panjang. 


Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. 


Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustadz. 


Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu. 


Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris, 


"Abi... 


Abi ... 


Abi ..!!."


Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu.


Pikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. 


Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapaknya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya. 


Ia juga ingat betul ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bagian pusarnya.


Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah.


Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas ulahnya selama ini. 


Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun alpa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, 


"Abi ... aku masih ingat alif, ba, ta, tsa ..."


Hanya sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya.


Sang ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. 


Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat orang yang tadi menyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya. 


"Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuh Abi, 


tunjukkan aku pada jalan itu ..."


Terdengar suara Roberto memelas.


Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata:


ia lalu memejamkan matanya. 


Air matanya pun turut berlinang. 


Betapa tidak, jika sekian puluh tahun kemudian, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, ditempat ini. 


Sungguh tak masuk akal. 


Ini semata-mata bukti kebesaran Allah.


Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap.


"Anakku, pergilah engkau ke Mesir. 


Di sana banyak saudaramu. 


Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy.


Belajarlah engkau di negeri itu".


Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah 


"Dua Kalimah Syahadat..!


Beliau pergi menemui Robbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang di bumi yang fana ini.


*******


Beberapa tahun kemudian.....


Ahmad Izzah telah menjadi seorang Ulama Besar di Mesir. 


Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agama Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya.


Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru dunia berguru kepadanya ... 


Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy.


Sang Ulama berpesan kepada Seluruh Umat Islam se dunia:


Jangan engkau pilih Pemimpin yang menzhalimi para Ulama dan Jangan kau pilih pemimpin yang suka berdusta.


Firman Allah Ta'ala:


"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah SWT, 


tetaplah atas fitrah Allah SWT yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. 


Tidak ada perubahan atas Fitrah Allah SWT. 


Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."

(QS. 30:30)


*******

Semoga Kisah Nyata ini menjadi Iktibar bagi kita, untuk berfikir, bersikap, bertindak, dan berpihak kepada Kebenaran yang Hakiki. 


Karena harta, pekerjaan, pengaruh, pangkat, jabatan, dan kesenangan hidup di dunia ini hanya sesaat... hanya sampai benar2 menjelang ajal kita datang.


Kembalilah ...kembalilah dengan berlari cepat kepada Allah Sub haanahu Wa Ta'ala... & ber hijrah lah sesegera mungkin ...

"SELAMAT TAHUN BARU HIJRIYAH 1443H"


*Abd.Wahsb Miran*

Buat yang Suka Nawar


BUAT YG SUKA NAWAR


Copas dari grup wa


Suatu sore setelah lelah keliling Pasar, diperjalanan menuju Parkiran Mobil seorang Pedagang tanaman bunga yang berusia sepuh menawarkan dagangannya.


*Pedagang :*

“Neng, beli Neng dagangan Bapak, bibit bunga mawar 5 pot cuma Rp. 25.000 per pot”


Tadinya Saya cuek, tapi tiba-tiba teringat Pekarangan mungil dirumah yang kosong, wah murah nih pikir Saya, cuma 25.000/pot, tapi ah pasti bisa ditawar.


*Saya :*

“Ah mahal banget Pak Rp. 25.000, udah Rp.10.000/pot,” 

dengan gaya cuek Saya menawar sadis.


*Pedagang :*

 “Jangan Neng, ini bibit bagus. Bapak jual udah murah, Rp.15.000 aja gimana Neng Bapak udah sore mau pulang.”


Saya ragu sejenak, memang murah sih. Ditoko, bibit bunga mawar paling tidak Rp. 45.000 harga 1 potnya. Tapi bukan Saya dong kalau tidak berjuang.


*Saya :* 

“Halah udah Pak, Rp.10.000 aja 1 Pot, kalau ngak dikasih ya gak apa-apa,” 

Saya berlagak hendak pergi.


*Pedagang :* 

“Eh Neng…,” dia ragu sejenak dan menghela nafas. 

“Ya sudah Neng ngak apa-apa 10.000, tapi Neng ambil semuanya ya, Bapak mau pulang udah sore.”


*Saya :* ( Saya bersorak dalam hati. Yeee…menang ) 

“Oke Pak, jadi Rp.50.000 ya untuk 5 pot. Bawain sekalian ya Pak ke Mobil saya, tuh yang diujung Parkiran.”


Saya pun melenggang pergi menyusul Suami yang sudah duluan. Si Bapak Pedagang mengikuti dibelakang. Sesampainya diparkiran, si Bapak membantu menaruh pot-pot tadi kedalam Mobil, Saya membayar Rp. 50.000 lalu si Bapak tadi segera pergi. Lalu terjadilah percakapan berikut dengan Suami,


*Saya :*

“Baguskan Yang, aku dapat 5 pot bibit bunga mawar harga murah.”


*Suami :*

 “Oohh. . berapa kamu bayar ?”


*Saya :*

 “Rp. 50.000.”


*Suami :* 

“Hah…!!! Itu semua 5 pot ?” dia kaget.


*Saya :* 

“Iya dong… hebatkan aku nawarnya ? 

Tadi Dia nawarinnya Rp. 25.000, 1 pot.”

 Saya tersenyum lebar dan bangga.


*Suami :* 

“Gila kamu, sadis amat. Pokoknya aku ngak mau tahu. 

Kamu susul itu si Bapak sekarang, kamu bayar dia Rp.125.000 tambah upah bawain ke mobil 25.000 lagi. Nih..., kamu kejar kamu kasih dia Rp.150.000. !”sambil menyodorkan uang nya.


Suami membentak keras dan marah, Saya kaget dan bingung.


*Saya :* 

“Tapi… kenapa..?”


*Suami :*

Makin kencang ngomongnya, *“Cepetan susul sana, tunggu apa lagi.”*


Tidak ingin dibentak lagi, 

saya langsung turun dari Mobil dan berlari mengejar si Bapak tua. 

Saya lihat dia hendak naik Angkot dipinggir jalan.


*Saya :* 

“Pak. . . tunggu Pak”


*Pedagang :* 

“Eh, Neng kenapa ?”


*Saya :* 

“Pak, ini uang Rp.150.000 Pak dari Suami saya katanya buat Bapak, 

Bapak terima ya, Saya ngak mau dibentak Suami, Saya takut.”


*Pedagang :* 

“Lho, Neng kan tadi udah bayar Rp.50.000, bener kok uangnya."

si Bapak keheranan.


*Saya :*

 “Udah Bapak terima aja. Ini dari Suami saya. 

Katanya harga bunga Bapak pantesnya dihargain segini,” sambil saya serahkan uang Rp.150.000 ketangannya.


*Pedagang :* Tiba-tiba menangis dan berkata : 

“Ya Allah Neng. . . makasih banyak Neng… *ini jawaban do'a Bapak sedari pagi, seharian dagangan Bapak ngak ada yang beli, yang nolehpun ngak ada. Anak Istri Bapak lagi sakit dirumah ngak ada uang buat berobat.*


Pas Neng nawar Bapak pikir ngak apa-apa harga segitu ...asal ... *ada uang buat beli beras aja buat makan.*

 

Ini Bapak mau buru-buru pulang kasian mereka nunggu.


 Makasih ya Neng. . . Suami Neng orang baik. 

Neng juga baik jadi Istri nurut sama Suami, 

Bapak pamit Neng mau pulang…,”

dan si Bapakpun berlalu.


*Saya :* ( speechless dan kembali ke Mobil ).


Sepanjang perjalanan Saya diam dan menangis,

 *benar kata Suami,* *tidak pantas menghargai jerih payah orang dengan harga semurah mungkin hanya karena kita Pelit.* Berapa banyak usaha si Bapak sampai bibit itu siap dijual, tidak terpikirkan oleh Saya.


Sejak itu, saya berubah dan tak pernah lagi menawar sadis kepada pedagang kecil manapun. 

Percaya saja bahwa rejeki sudah diatur oleh Allah


Ribuan orang menangis membaca cerita ini, pengingat untuk kita yang kadang tidak adil dalam memperlakukan orang lain semena-mena. Semoga tidak terjadi pada Anda. . . Jika itu terjadi, dapat menjadi bahan pertimbangan.


*Semoga Kisah ini dapat menjadi Inspirasi buat kita semua.*

🙏🙏🏻


*JANGAN LELAH UNTUK BERBUAT KEBAIKAN*

Gerakan hati kita untuk berbuat kebaikan

maka 

Allah akan menggerakan rezeki Nya untuk berdatangan menghampiri kita.


*Semoga Bermanfaat.*

Hadits Ketigabelas

 🎁📚🎁📚🎁📚🎁📚🎁 *Terjemah Hadits Ketigabelas :* Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radiallahuanhu, pembantu Rasulullah shallallahu`alaihi w...